6.30.2009

Melihat Usaha Pembuatan Camilan Belalang di Desa Gunungan Kecamatan Dawar Blandong







Memiliki Gizi Serta Dipercaya Meningkatkan Vitalitas Pria

Belalang kayu adalah hama yang merugikan. Tapi oleh warga Desa/Kecamatan Dawar Blandong, belalang bisa menjadi bahan lauk pauk dan camilan yang lezat. Dan yang pasti, menu belalang kayu halal dengan nilai protein yang tinggi

AIRLANGGA, Mojokerto.



Kedua kaki Antonius berjalan pelan-pelan diantara jalan-jalan setapak di arelah persawahan dekat rumahnya yang berada di Dusun Sidorame, Desa gunungan, Kecamatan Dawar Blandong. Dengan kepala yang tertunduk kebawah, kedua sorot matanya sangat jeli memperhatikan setiap helai daun padi yang mulai menguning.
Sesekali lampu sorot yang dipegang tangan kirinya didekatkan ke sawah-sawah untuk melihat apakah ada belalang diatasnya.
Setelah kedua matanya mengamati sawah-sawah, Antonius melihat seekor belalang dengan ukuran yang lumayan besar. Tangan kanannya pun dengan pelan mendekat dari arah belakang belalang tersebut. Hap.. dalam sekejap, tangan yang diayunkannya langsung memegang belalang. Belalang tadi lalu dimasukkan kedalam keranjang yang dipikulnya. ’’Butuh kejelian untuk bisa menangkap belalang ini, karena warna tubuhnya sama dengan warna daun selain itu gelapnya malam juga terkadang mempersulit pencarian,’’ tuturnya.
Sudah ada lima belas ekor belalang yang ditangpaknya malam itu. Namun Antonius terus melawan dinginnya malam untuk mencari belalang lebih banyak lagi.
Pencarian selama semalaman itu akhirnya mendapatkan banyak belalang di keranjangnya. Antonius pun pulang. Sesampainya di rumah, ia lalu menyaipak wajan di perapiannya. Sebagian bumbu-bumbu yang sudah diaduk oleh Sami, 37, istrinya langsung dimasukkan kedalam wajan. Proses pembuatan camilan belalang sangat sederhana dan menggunakan alat yang sangat tradisional. Belalang yang
berhasil ditangkap dihilangkan pada bagian sayap, dan memotong kakinya yang berduri. setelah itu di bersihkan bagian kotoran dalam tubuh
belalang hingga bersih. Lalu di cuci dengan air hingga bersih. Setelah semua proses pembersihan selesai, kemudian mulailah proses memasak belalang dilakukan.
untuk memasaknya berbagai bumbu masakan diperlukan
agar rasanya gurih dan lezat seperti cabe, bawang merah,bawang putih, kemiri dan sedikit bumbu penyedap. Proses masak melalui dua tahap, yakni tahap pertama
penggorengan tanpa bumbu hingga membutuhkan waktu lima hingga
sepuluh menit, sampai belalang mengeras dan kering. Sesudah belalang kering, kemudian digoreng dan dicampur dengan bumbu yang sudah disiapkan dengan pengapian yang
tidak terlalu besar agar tidak gosong. Proses ini membutuhkan waktu tiga hingga enam menit, setelah tercampur semua, diangkat dan siap di bungkus, dan dipasarkan.
Antonius mengakui, pekerjaan menjual belalang itu hanya sambilan. Karena, tidak setiap saat belalang bisa didapat. Biasanya, setiap tahun hanya ada satu musim. ’’Belalang itu keluar hanya sekali dalam setahun, ya seperti bulan kayak gini ini,’’ jelasnya.
Selain dibeli para tetangga, biasanya antonius menjualnya ke warung-warung dengan harga perbungkus delapan ratus rupiah. Camilan belalang selain dipasarkan di sekitarnya
juga beberapa kota di Jawa Timur seperti Gresik, Surabaya dan Mojokerto sendiri.
Ditanya hasil penjualan belalang, bapak dua anak itu mengakui tidak tentu. Semuanya tergantung dari hasil belalang yang dibawa. Bila belalang yang dijual banyak, hasilnya juga banyak. “Yang mencari belalang, saya . Kalau istri kebagian tugas menjual saja,” ujarnya.
Berapa harga belalang yang ditawarkan jika dijual hingga luar kota? Dengan malu-malu Sami mengungkapkan, setiap rentengnya dijual seharga Rp 10 ribu. Setiap reteng berisi 200 ekor belalang. ’’Setiap harinya, kita bisa dapat minimal Rp 50 ribu’’ ungkapnya.
Antonius menceritakan, ide awal pembuatan camilan belalang bermula saat antonius dan istrinya berjalan-jalan di sekitar desa mereka yang merupakan arela persawahan yang ditanami jagung dan padi. Tanpa sengaja bapak dua anak ini menangkapi belalang yang sedang banyak hinggap di padi dan jagung, lalu membawanya pulang dan memasaknya. Karena kelebihan, akhirnya ia menitipkan camilan belalang ke warung-warung tetangganya. Hasilnya warga sekitar desa banyak yang menyukianya. Antonius memulai usahanya sejak sepuluh tahun lalu tahun 1999 dengan modal awal pinjaman dari para tetangga sebesar lima puluh ribu rupiah.








Selengkapnya...

Derita Ahmad Amanda yang Tidak Memiliki Langit-Langit Rahang Atas





Sulit Bicara, Tidak Bisa mengunyah Dengan Sempurna

Tidak ada yang meninginkan lahir dengan ketidak sempurnaan. Termasuk Ahmad Amanda yang sejak lahir menderita Palatosisis atau tidak memiliki langit-langit pada rahang mulutnya. Meski demikian, ia tidak merasa minder.


AIRLANGGA, Mojokerto.


Rumah yang tanpa pagar bercat putih yang berada di Desa Sumengko, Kecamatan Jatirejo siang itu terlihat sepi. Pintu depan yang terbuat dari kayu dengan cat hijau dibiarkan terbuka lebar. Di depan rumah, beraneka alat untuk menambal ban tertata rapi. Sekitar satu meter dari alat penambal ban, puluhan botol berisi bensin tertata rapi diatas rak yang terbuat dari kayu dengan tulisan jual bensin.
Pemilik rumah rupanya membiarkan pintu rumah terbuka agar sewaktu-waktu ada pembeli bensin atau seseorang yang ingin menambal ban yang memanggil dapat terdengar.
Setelah pintu depan diketuk beberapa kali, Ahmad Amanda pun keluar dari dalam rumah sambil menyambut ramah koran ini. ’’Silahkan masuk, maaf berantakan,’’ ujarnya sambil menyambut. Saat bicara, suara Amanda memang tidak terdengar jelas. Hal ini dapat dimaklumi karena siswa SMK Negeri Jatirejo ini tidak memiliki bentuk mulut yang sempurna seperti teman-teman yang lain.
Amanda menceritakan, dia memang sudah memiliki kelainan pada mulutnya sejak lahir. ’’Saya tidak tahu sejak kapan, tapi kata ibu saya sejak lahir memang seperti ini,’’ terangnya. Saat berusia dua bulan, Amanda sempat dioperasi oleh ibunya karena tidak memiliki rahang atas. Saat itu, kondisi Amanda memang sangat memprihatinkan. Bagian mulut atasnya mengalami cleft lip atau bibir sumbing.
Meski dengan kondisi serba kekurangan, sang ibu, Yayuk berusaha mengoperasi anak pertamanya tersebut. Hasil perjuangan dan kerja kerasnya pun membuahkan hasil. Pada usia dua bulan, Ahmad Amanda akhirnya dioperasi. Meski sudah dilakukan oeprasis ebanyak satu kali, tapi menginjak remaja, Ahmad tidak dapat bicara dengan sempurna. Ahmad kerap kali kesulitan melafalkan kata-kata tertentu terutama dengan kata yang memiliki huruf ’’R’’.
’’Meski saya memiliki kekurangan seperti ini, tapi saya tidak merasa minder dengan kekurangan saya,’’ ujarnya. Karena sudah mengalami sumbing sejak kecil, teman-temannya tidak ada yang mengejek Ahmad Amanda. ’’Saya tidak pernah dikucilkan edngan teman-teman saya, mereka mau menerima saya apa adanya,’’ ujar nya.
Selama ini, Ahmad Amanda dikenal sebagai sosok remaja yang pekerja keras. Amanda tidak pernah menyusahkan orang tuanya. Bahkan, sejak ditinggal ayahnya karena meninggal pada usia 10 tahun, Amanda selalu berusaha mencari kerja sambil menyelesaikan sekolahnya.
Saat ini, disamping bersekolah di Jurusan Teknik Industri SMK Negeri Jatirejo, Ahmad membantu kakak sepupunya bekerja sebagai penambal ban didepan rumahnya. Selain itu, ia juga menjaga kios bensin. ’’Hasilnya lumayan untuk kehidupan sehari-hari,’’ terangnya.
Ahmad Amanda hanya berharap, suatu saat ada dermawan yang membantunya untuk operasi agar rahang mulut tasnya bisa sembuh. ’’Saya juga ingin bisa bicara lancar seperti teman-teman saya,’’ terangnya.
Drg. H.R.Anto Bagus, Sp.Pros, mengatakan, terdapat beberapa hal penyebab penderita bibir sumbing dan palatosisis (langit-langit) yakni berupa faktor genetik (bawaan) yang bisa akibat pernikahan dekat satu darah, disusul faktor gizi dibawah standar. ’’Kelainan yang merupakan bawaan sejak lahir yang sangat meresahkan orangtua adalah bibir sumbing. Selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit. Kelainan sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara. Bibir sumbing (cleft lip atau labioschizis) adalah suatu kelainan bawaan yang ditandai dengan adanya celah pada bibir, gusi, dan langit-langit yang dapat timbul sendiri atau bersamaan,’’ ujarnya.
Bagus, sapaan akrabnya mengatakan, dalam kasus yang dialami Ahmad Amanda memang tergolong cukup parah. ’’Pada usia diatas 17 tahun seperti Amanda, sudah sulit untuk dioperasi lagi,’’ terangnya.
Namun, teknologi dunia medis bisa membantu dnegan memasangkan alat bernama obturator atau alat-alat rahang atas buatan. ’’Pemasangan obturator yang terbuat dari bahan akrilik yang elastis, semacam dinding atas tiruan, tapi lebih lunak, Jadi pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut Amanda.’’ Terangnya.
Saat alat dipasang, Amanda bisa dapat bicara dengan lancar dengan catatan sering dilatih dengan rehabilitasi bicara.
Namun tidaklah mudah untuk mendapatkan alat ini mengingat kondisi keuangan keluarga Amanda yang serba kekurangan. ’’Alatnya bisa seharga Rp 500 juta, tapi untuk pemasangannya kami bisa bantu,’’ terang Bagus. Amanda hanya bisa berharap saat ini ada pihak dermawan yang bisa membantunya agar bisa seperti teman-temannya.















Selengkapnya...

Melihat Tradisi Ancak Sedekah Bumi di Desa/Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto Yang sempat Selama Menghilang 13 Tahun






Dijadikan Ajang Mempererat Warga Serta Ucapan Syukur

Meski Sempat hilang selama tiga belas tahun, tradisi sedekah bumi masih melekat di masyarakat Dusun/Desa/Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto. Tradisi mensyukuri keberhasilan panen dengan mengarak makanan keliling kampung akhirnya diselenggarakan. Bagaimanakan Prosesi tradisi yang diberi nama Tradisi Ancak tersebut?


AIRLANGGA, Trawas


Hingar Bingar Musik tradisional terdengar di jalan aspal Desa/Kecamatan Trawas Rabu (10/6) siang sekitar pukul 11.00. Ratusan warga yang sudah berkumpul sejak pagi tidak sabar melihat arak-arakan peserta tradisi Ancak ini. Meski panas matahari mulai menyengat, namun warga tetap bertahan untuk memenuhi rasa penasaran mereka. Panas seolah menjadi kawan para warga untuk menyaksikan tradisi desa mereka.
Tidak beberapa lama, arak-arakan peserta tradisi ancak pun mulai berkeliling melintasi jalanan desa untuk menyapa warga. Kontan saja warga yang melihat arak-arakan ini tersenyum, bahkan diantaranya tertawa lepas. Di barisan depan, kesenian Bantengan dipertontonkan. Kesenian khas Kecamatan Pacet itu seakan meluapkan kegembiraan masyarakat yang berbondong-bondong mengikuti jalannya arak-arakan ancak atau aneka panganan yang merupakan simbol ungkapan rasa sukur warga atas kemakmuran desa.
Dua banteng hitam yang berada dibarisan depan melakukan tarian yang mengundang decak kagum para penonton. Empat pemuda yang mengenakan kostum banteng berwarna hitam seolah-olah mengamuk menuju arah penonton. Saat momen tersebut, penonton terutama perempuan kontan teriak histeris. Seolah menggoda penonton perempuan, kedua banteng yang terlihat kesurupan terus mendatangi penonton hingga menimbulkan suara jeritan. Beberapa pemuda seolah-olah memegangi kepala kedua banteng mencegah banteng masuk ke arela penonton. Atraksi tersebut seolah-olah banteng memang sedang mengamuk sehingga membuat beberapa pemuda menenangkan kedua banteng jadi-jadian tersebut.
Jalanan desa yang beraspal itu sempat macet tatkala dua banteng jadi-jadian yang berawakkan empat pemuda berbadan besar itu mulai mengamuk. Dua banteng warna hitam itu beradu di tengah alunan musik tradisional yang renyah terdengar. Beberapa orang dalam barisan Bantengan itu mencoba melerai dua banteng yang dalam kondisi tidak sadarkan diri. Setelah dilerai beberapa orang setelah mengamuk, kedua banteng terus melanjutkan perjalanan mengelilingi kampung. Meski terkesan menakut-nakuti, namun warga tampak menikmati pertunjukan kedua banteng tersebut.
Di barisan kedua, tampak tiga ancak yang digotong beberapa orang. Jajanan pasar dan hasil bumi yang ditata apik itu menggambarkan betapa masyarakat dusun setempat gemar bersyukur dengan menyisihkan sebagian rezeki mereka dalam momen ini. Makanan yang berada di ancak tersebut terdiri dari pisang dan empat rengginang serta beberapa jajan pasar dan buah-buahan.
Makanan-makanan ini mempunyai arti tersendiri, pisang bagi masyarakat setempat disimbolkan sebagai orang yang selalu bermanfaat untuk orang lain sebelum meninggal. Sedangkan rengginang, makanan yang berbahan baku ketan dibentuk seperti tanduk ini melambangkan sebuah kerja keras dalam bertani. Empat rengginang yang menjulur keatas ini melambangkan empat tanduk kerbau yang biasa dipakai membajak sawah. Barisan selanjutnya, ratusan orang mengikuti jalannya prosesi yangs sengaja menyusuri setiap jalan kampung. Barisan ini adalah warga yang mengikuti arak-arakan setelah dilewati arak-arakan ancak ini.
Arak-arakan ancak dan Bantengan itu berakhir di sebuah tempat sejuk bernama sumber Macan. Sesuai dengan namanya, tempat ini merupakan sumber air terbesar yang ada di dusun itu. Sebuah pohon Beringin berukuran raksasa berdiri tegak mengayomi ribuan pengunjung yang hadir. Seperangkat gamelan mengiringi kedatangan arak-arakan itu dengan tembang jawa yang mengalun.
Kegembiraan warga kembali muncul tatkala prosesi selanjutnya di tempat itu dimulai. Prosesi sederhana yang tak mengurangi makna dibalik pesta rakyat itu. Sang pemimpin desa hingga kecamatan dipersilahkan memberikan wejangan kepada sejumlah masyarakatnya. Lengkap dengan doa agar keselamatan senantiasa mengiringi aktivitas warga sehari-hari. Selama beberapa menit, wejangan dengan bahasa jawa halus menghentikan suara gemuruh para warga. Ratusan warga nampaknya tetap setia mendengarkan wejangan sang pemimpin desa. Wejangan yang dibacakan pemimpin desa berisikan tentang pesan-pesan moral kepada warga masyarakat agar selalu bersukur atas anugerah-Nya.
Usai membacakan wejangan, prosesi selanjutnya yakni pembacaan babat tanah atau asal usul desa mereka. Di tengah-tengah warga yang mulai tak sabar berebut makanan, salah satu tokoh membacakan sebuah sejarah babat tanah Dusun Trawas. Prosesi itu seakan membelalakkan warga akan informasi yang selama ini tak pernah didapati. Dongeng bagaimana dusun itu dibabat hingga menjadi dusun yang berada di wilayah ketinggian itu.
Warga mulai mendengarkan cerita babad dusun itu dengan penuh khidmad. Apalagi bagi mereka yang terbilang berusia muda. Maklum, beberapa anak muda tak sempat menonton tradisi ini semasa umurnya. Pelan-pelan mereka mulai mengerti siapa tokoh dibalik berdirinya dusun Trawas itu. Termasuk beberapa bangunan yang pernah menjadi penopang kehidupan warga setempat, yakni sumber Macan yang pernah menjadi mata air andalan untuk mencukupi kebutuhan irigasi.
Menurut tokoh masyarakat, Purwadi, salah satu penggagas acara ini mengaku, tradisi ancak dan barikan itu sempat menghilang sejak 13 tahun silam. ’’Kali ini, warga ingin mengulangi tradisi syukuran itu,’’ ujarnya. Tradisi itu mati, lantaran penilaian syirik yang dialamatkan sejumlah tokoh atas tradisi ini. ’’Dulu memang dijadikan prosesi rutin setiap tahunnya, tapi karena ada larangan, kegiatan ini sempat dihentikan,’’ terangnya. Ia mengungkapkan, ini adalah tahun pertama sejak tradisi ini mati. ’’Kami mencoba menghilangkan stigma syirik di dalamnya. Dan tetap ada nuansa Islami,’’ terang Purwadi
Kali ini, semua warga Dusun Trawas ikut dilibatkan dalam sedekah massal itu. Contohnya adalah tiga ancak jajanan pasar dibuat oleh warga sendiri yang telah dikoordinir melalui Rukun Tetangga (RT). ‘’Sembilan RT membuat ancak dan lainnya urunan untuk pagelaran Bantengan yang memang disukai warga,’’ tambahnya.
Selain menelusuri sejarah, dari tradisi ini juga diharapkan bisa mengurai benang kusut konflik diantara warga. Apalagi, warga baru saja menggelar pesta demokrasi bernama Pilkades. ‘’Ini sebagai momen penyatu warga. Karena semua dilibatkan dan diharapkan bisa rukun kembali,’’katanya.







Selengkapnya...

6.02.2009

Melihat Komunitas Loper Koran dan Asongan Mojokerto





Mayoritas Mantan Anak Jalanan yang Ingin Mandiri

Sulit bagi seseorang yang pernah memiliki kehidupan kelam, seperti pernah merasakan penjara atau terjerumus narkoba agar bisa diterima masyarakat. Mereka merasa disisihkan dan tidak dapat bekerja layaknya orang lainnya. Salah satunya melalui paguyuban loper dan asongan Mojokerto.


AIRLANGGA, Mojokerto



RUMAH bercat putih dengan pintu berwarna hijau yang terletak di Dusun/Desa Brangkal, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto siang kemarin tampak sepi. Jendela dan pintu yang terbuat dari kayu jati tampak tertutup. Tidak ada aktifitas di dalamnya.
Darmo yang bertandang pun mencoba mengetuk pintu beberapa kali. Selang lima menit, seorang lelaki berusia belasan tahun dengan mengenakan kaos hitam keluar. Setelah dijelaskan maksud dan tujuan Darmo datang, lelaki berambut panjang mempersilakan untuk duduk.
Sebuah klipingan koran kriminal terpasang di salah satu tembok rumah berukuran tipe 45 ini. Koran yang sengaja dipajang ditembok berisi berita tentang perkelahian antara warga dengan loper koran. ’’Koran itu memang sengaja dipasang untuk mengingatkan anggota paguyuban ini agar lebih berhati-hati saat menjual koran,’’ sambut seorang pemuda bernama Taufiq, 31.
Taufiq alias Opik adalah salah satu koordinator loper koran di paguyuban LA atau paguyuban loper koran dan pedagang asongan Mojokerto. Opik lah yang berperan mengajak puluhan anak jalanan dan mantan pecandu narkoba di Mojokerto untuk merubah hidupnya menjadi loper koran.
’’Saya memang sengaja mengajak teman-teman saya yang rata-rata anak jalanan dan tidak memiliki penghasilan tetap untu berubah, caranya dengan berjualan koran,’’ ujarnya. ’’Rata-rata mereka adalah pecandu pil, narkoba dan tidak memiliki pekerjaan tetap,’’ sambungnya.
Tidak adanya pekerjaan tetap membuat mereka dekat dengan dunia kriminal. Opik sendiri mengaku mudah mengajak teman-temannya yang memiliki kehidupan kelam.
Hal ini dikarenakan, sebelumnya ia adalah pecandu narkoba. ’’Saya terpaksa ngepil koplo karena untuk doping biar kuat melekan, paginya saya mengamen sampai sore,’’ ujarnya.
Kehidupan jalanan membuat ia menjadi seorang yang keras. Puluhan pil selalu ia habiskan setiap harinya. ’’Akhirnya saya ketahuan kakak saya, nah karena dilarang, saya dicarikan pekerjaan yaitu menjadi loper koran,’’ terangnya.
Awalnya ia merasa berat menjalani kehidupan sebagai loper. Tapi setelah sadar dengan keuntungan dan kehidupan yang lebih baik, ia lantas mengajak teman-temannya untuk bergabung. Selang beberapa lama, banyak yang ikut dengan Opik hingga terbentuk paguyuban LA ini.
Paguyuban ini memang banyak beranggotakan anak-anak yang memiliki latar belakang kelam. Sebut saja Rochim, 27, yang juga pernah bergelut dengan dunia narkoba. Lelaki bertubuh tinggi ini mengaku, sebelum bergabung dengan paguyuban LA, ia selalu menghabiskan hari-harinya dengan pil-pil yang bisa membuatnya mabuk berat.
’’Saya tidak memilik tujuan hidup saat itu, karena memang tidak memiliki pekerjaan yang tetap, bisa dibilang saya ini anak yang nakal,’’ ujarnya. Setelah bergabung, ia pun mulai mengurangi kebiasaan buruknya mengkonsumsi narkoba.
Sekarang, lelaki yang sudah menikah dan memiliki satu anak ini mengaku menghilangkan secara total kebiasaan buruknya mengkonsumsi pil haram tersebut.
Selain Rochim, ada juga Andi, alias tole yang sebelum bergabung dengan paguyuban LA adalah seorang preman terminal. Dengan tato di tangan kanannya, ia merasa tidak ada masyarakat yang mau menerimanya bekerja.
Tapi anggapan tersebut sirna saat ia menjajakan koran. Meski penghasilannya tidak seberapa besar, Tole mengaku puas karena bisa mendapatkan uang dari hasil jerih payahnya sendiri. ’’Yang bikin puas yaitu dapat uang dengan cara halal dan tidak tergantung orang lain,’’ ujar pria berambut panjang ini.
Tidak hanya pecandu narkoba yang merasa betah bergabung menjadi loper koran ini. Sebut saja Gufron, yang dulunya adalah seorang tukang becak. Ia merasa penghasilan yang lebih dari sebelumnya saat menjadi loper koran.
Meski merasa senang setelah bergabung menjadi anggota paguyuban ini, tapi tidaklah mudah menjadi loper koran. Banyak pengalaman tidak menyenangkan yang harus mereka alami. Termasuk, dimarahi saat berjualan di sekitar rumah sumber berita.
Nurhayati, 27, menceritakan, ia pernah diusir oleh seorang lurah saat berjualan di sekitar rumahnya. ’’Memang beritanaya menyangkut lurah tersebut, tapi bagaimana lagi namanya juga jualan koran, ya harus bisa sampai habis bagaimanapun caranya,’’ terang satu-satunya loper perempuan di paguyuban ini.
Berbeda lagi dengan Gufron, Lelaki yang telah memiliki empat anak ini bahkan sempat dipukul saat berjualan. ’’Tapi kejadian itu diambil hikmahnya saja,’’ terangnya.
Sebenarnya, berdirinya paguyuban LA yang memiliki sekretariat di Desa Kintelan, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto ini tidak lepas dari tangan seorang pria bernama Slamet.
Lelaki berusia 49 tahun inilah yang memiliki inisiatif mengumpulkan anak-anak jalanan untuk bisa lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri. ’’Saya mengumpulkan anak-anak ini bukan untuk mencari untung, melainkan sebagai pembinaan dan pemberian motifasi agar nantinya mereka tidak lagi dekat dengan dunia kriminal dan narkotika ataupun kembali kejalanan,’’ terang salah seorang Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Kabupaten Mojokerto ini.
Ia mengatakan, didalam lingkup masyarakat, ada beberapa kategori yang harus diberikan perhatian oleh pemerintah. ’’Tapi di paguyuban ini,sudah ada lima kategori dari pemerintah yang bisa terbantu, yakni anak jalanan , anak nakal, mantan narapidana, mantan pecandu Napza dan fakir miskin,’’ terangnya
Pria yang saat ini tengah mempersiapkan lomba profil PSM tingkat Provinsi Jawa Timur mengatakan, perhatian pemerintah seharusnya tidak hanya dilakukan dalam bentuk razia jalanan.
Tapi perhatian bisa diberikan dalam bentuk pembinaan jangka pendek dan jangka panjang. ’’Mereka itu butuh sesuatu yang bisa mengembangkan sumber daya dan kemampuannya,’’ terangnya.





Selengkapnya...