Orang Tua pun Rela Keluarkan Dana untuk ’’Bangku Kosong’’
Sekolah unggulan masih menjadi target calon siswa peserta penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Mojokerto yang berlangsung mulai Kamis (2/7) kemarin. Namun, tidaklah mudah mendapatkan kursi di sekolah favorit tersebut.
AIRLANGGA, Mojokerto
PAGI kemarin, ratusan siswa berseragam SMP dari segala penjuru SMP di wilayah Kabupaten dan Kota Mojokerto mulai memadati pagar SMAN Puri. Dengan membawa map berwarna biru yang berisi ijazah, para calon siswa SMA ini mulai bertanya-tanya tentang alur pendaftaran sekolah SMA mereka.
Banyak sebagian calon siswa yang masih kurang mengerti tentang alur pendaftaran di salah satu sekolah favorit tersebut. Meski panitia sudah memasang tulisan alur pendaftaran, namun karena banyaknya calon siswa yang memadati sekolah, tulisan tersebut makin sulit terbaca.
Saling berebut, berdesakan dan sebagian sabar mengantre adalah suatu hal yang mewarnai pendaftaran di SMAN Puri kemarin. Panitia pun tidak pernah bosan-bosannya mengatur para calon siswa yang tidak sabar mengambil formulir.
Salah seorang siswa, Anis, 14, mengatakan dirinya memang ingin sekali masuk ke SMAN Puri. Selain dekat dengan rumahnya di Desa Banjar Agung, SMAN Puri selama ini dikenal sebagai sekolah favorit.
Ia pun rela berdesak-desakan untuk mengambil formulir. Tidak hanya calon siswa, desak-desakan juga diikuti oleh orang tua calon siswa. Demi mencapai target ini, orang tua sering tidak memedulikan besaran dana yang diperlukan supaya anak mereka bisa merebut kursi sekolah unggulan.
Di tengah era yang mencoba untuk serba transparansi ini, tetap saja ada sejumlah orang tua yang beranggapan bahwa dengan uang anaknya dijamin bisa masuk sekolah unggulan. ’’Biaya tidak menjadi persoalan karena saya ingin anak saya mendapat yang terbaik. Kalau tidak lolos di penerimaan awal ini, pasti masih ada kesempatan saat pengumuman bangku kosong. Pasti ada cara,’’ kata Pandu, 43, orang tua yang mengantarkan anaknya.
Menurut ayah tiga putra yang menetap di Kecamatan Bangsal itu, sudah menjadi kewajiban orang tua menyekolahkan anaknya ke tempat terbaik. Ini dilakukan agar si anak bisa mendapat jaminan, meskipun diakui tidak seratus persen benar, untuk diterima di universitas favorit.
Namun, tentu saja, harapannya agar masa depan si anak cemerlang.
Kalau anaknya nanti tidak lolos masuk SMA pilihannya, Pandu telah menyiapkan dana sebagai dukungan pembangunan bagi sekolah yang dipilih agar bisa masuk di SMA favorit tersebut.
Yuliani, 42, warga Kecamatan Mojosari pun ngotot anaknya harus masuk sebuah SMA negeri. ’’Anak saya sendiri yang memilihnya, sebagai orang tua saya ngikut saja,’’ tuturnya.
Anaknya, Oki Daniar Khairunnisa asal SMPN Ngoro memiliki NUN 35,90. ’’Dengan NUN segitu masak sih tidak bisa masuk,’’ terangnya.
Yuli mengaku, sebelum mendaftar ke SMAN Puri, anaknya sempat mendaftar ke SMAN Mojosari yang merupakan sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Namun, meski mengaku sudah membeli formulir sebesar Rp 100 ribu, anaknya tidak masuk.
Andi Wijaya, salah seorang warga Sooko mengungkapkan, ia berharap anaknya bisa sekolah di SMA Sooko. ’’Anak saya tidak mendaftar ke sekolah swasta. Berarti saya dan istri harus ngotot cari jalan supaya dia diterima di SMA itu,’’ ujarnya.
Maka, hari-hari ini, bapak tiga anak itu mengajak semua anggota keluarga untuk datang saat mendaftarkan anaknya yang akan masuk. Bahkan, Andi siap meninggalkan kegiatan lain demi memperjuangkan si anak masuk sekolah favorit. Ia pun sudah ancang-ancang dengan dana bantuan pembangunan sekolah.
7.03.2009
Saat Sekolah Favorit Masih Jadi Incaran Siswa Baru
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar