10.26.2009

Aktivitas Ramadan Bersama Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) SDLB Mojosari





Guru Dituntut Sabar, Selalu Ribut dan Berlarian saat Ceramah

Banyak kegiatan yang bisa diisi selama bulan Ramadan ini. Hal tersebut juga dilakukan oleh anak-anak SDLB Seduri, Mojosari. Meskipun riuh rendah, namun anak berkebutuhan khusus (ABK) SDLB ini antusias mengikuti acara kegiatan di bulan suci.

AIRLANGGA, Mojosari



KECERIAAN sangat terasa di halaman SDLB Seduri Mojosari kemarin. Puluhan anak-anak berusia sekitar 7 hingga 12 tahun tampak rapi memakai busana muslim. Mereka tampak senang dengan pakaian yang dikenakannya karena tidak setiap hari anak-anak ini mengenakan pakaian muslim. Ada yang merasa senang sambil memamerkan kepada teman-temannya, ada pula yang masih risih saat seorang siswi mengenakan jilbab.
Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00. Sekitar 130 anak-anak mulai memasuki satu ruangan kelas. Di sana, mereka duduk bersila. Meski para guru menyuruh untuk tenang, namun satu dua siswa masih tampak bersenda gurau. Saat anak yang ramai didekati seorang guru, barulah suasana mulai tenang.
Saat itulah Mashudi, salah seorang pengajar mulai masuk kelas. ’’Semuanya puasa tidak? Siapa yang tidak puasa?’’ sapa Mashudi kepada anbak didiknya yang dijawab,’’Yaaa...!’’ secara serentak.
’’Kalau puasa kok masih ada yang minum di sana,’’ ujarnya sambil menunjuk ke salah soerang murid yang tampak asyik menikmati minuman susu kotak. Suasana pun semakin cair saat tawa anak-anak ini terdengar.
Mashudi mulai menyampaikan materinya tentang syarat sah puasa bagi muslim. ’’Coba tebak, apa syarat sah yang pertama,’’ tanyanya kepada anak-anak. Dengan gaya yang kocak, Mashudi mulai menjelaskan syarat sah berpuasa mulai pertama hingga akhir.
Di setiap materi yang disampaikan, selalu disampaikan dengan gaya kocak hingga dengan mudah dicerna. Suara tawa anak-anak semakin kencang terdengar saat Mashudi memasukkan tas salah seorang siswa ke dalam perutnya.
’’Kalau perempuan hamil tidak wajib berpuasa, betul tidak?’’ tanyanya sambil memeragakan perempuan yang sedang hamil. Begitu juga saat Mashudi memeragakan gaya orang mabuk. Dengan berjalan sempoyongan ke arah para murid, Mashudi memberikan pesan kalau orang yang puasa haruslah yang berakal sehat. ’’Kalau mabuk tidak boleh puasa,’’ ujarnya yang disambut tawa anak-anak.
’’Untuk menyampaikan pesan kepada murid-murid memang harus seperti itu, kalau perlu diperagakan dengan bahasa tubuh karena di sini juga ada siswa yang tunarungu,’’ terang Mashudi. Selain dengan metode pembelajaran tersebut, parea guru juga dituntut untuk sabar.
’’Mereka ini siswa yang bisa diajak komunikasi tentunya dengan cara yang berbeda dengan anak-anak lainnya,’’ ungkapnya.
Selama bulan puasa, SDLB memamg memberikan pembelajaran agama Islam intensif kepada para siswanya. Pada praktiknya, kegiatan ramadhan ini dilaksanakan selama lima hari mulai Selasa (8/9) hingga Sabtu (12/9).
Materi yang diajarkan beragam mulai baca Alquran hingga ceramah. Mashudi mengakui, anak berkebutuhan khusus (ABK) yang ditangani memiliki kemampuan terbatas dalam menamatkan puasa. Namun yang menjadi target penanaman ilmu agama terhadap ABK tersebut setidaknya anak mengenal teknis puasa yang diawali dengan makan sahur dan diakhiri dengan berbuka.
’’Selain itu amalan-amalan yang harus dilakukan selama berpuasa,’’ ujarnya. Menurut Mashudi, kegiatan ini sengaja dilakukan untuk memberikan pelatihan, motivasi dan pencerahan bagi siswa SLB.
Para peserta yang mengikuti kegiatan ini sekitar 130 anak. Mereka terdiri dari 4 siswa penyandang tunanetra, 39 siswa penyandang tunarungu-wicara, 74 siswa penyandang tunagrahita dan 11 siswa penyandang tundadaksa.
’’Beberapa kegiatan dalam Pondok Ramadan tahun ini dengan menghadirkan beberapa pembimbing yang memang piawai di bidangnya,’’ ujar Mashudi. Dengan penuh semangat, para siswa kemudian dibagi kedalam beberapa kelompok sesuai dengan tingkat pendidikan masing-masing untuk mengikuti sejumlah kegiatan bersama beberapa pembimbing yang sudah dipersiapkan.
Beberapa kegiatan bernuansakan Islami, mulai dari belajar salat, menghafal Alquran, sampai dengan belajar membaca Alquran dihadirkan dan wajib diikuti oleh siswa-siswa.
Meski tidak mudah, para guru berupaya menjelaskan materi-materi keagamaan kepada 130 orang siswa SLB. Materi keagamaan lebih mengedepankan kebersamaan dan kepercayaan.
Diharapkan, setelah kegiatan ini, kepercayaan diri para siswa SLB ini dapat meningkat, sehingga mereka dapat menyongsong kehidupan lebih cerah. ’’Kegiatan ini memang diperuntukkan siswa-siswa cacat netra. Kami berharap dimasa depan nanti, mereka punya sedikit bekal tentang pelajaran agama. Selain itu, kami juga ingin memberikan anak-anak pelajaran agama dengan praktik secara langsung,’’ ujar Mashudi. Dia menambahkan bahwa kegiatan serupa tahun lalu pernah digelar dan diikuti juga oleh seluruh siswa.
Meskipun diselenggarakan setiap tahun namun selalu ada yang menarik, dan mengesankan di setiap kegiatan. Pengejaran beberapa anak yang malas mengikuti kegiatan, selalu ada saja alasan yang diungkapkan.
Ada yang bersembunyi, pulang, atau berputar saja mengelilingi sekolah hingga akhirnya selesai kegiatan. Namun didalam banyak juga siswa bersemangat, dan gembira mendengarkan nasehat yang disampaikan guru, meskipun terkadang bermain atau bicara sendiri.
Mereka senang mengikuti salat berjamaah, meskipun sambil tengok kanan kiri, atau saling mendorong. Demikianlah, mengajar anak berkebutuhan khusus merupakan sebuah seni yang butuh perasaan, kasih sayang, ketrampilan, juga ilmu.





Tidak ada komentar: