10.26.2009

Saat Warga Lebak Jabung Kesulitan Air Bersih




Terpaksa Manfaatkan Sungai Kotor Bekas Penggalian Sirtu

Musim kemarau rupanya selalu menjadi bencana bagi warga Dusun Lebakgeneng, Desa Lebak Jabung, Kecamatan Jatirejo. Selain sumur kering, satu-satunya sungai yang bisa diharapkan menyuplai air, justru dirusak penambang sirtu liar.

AIRLANGGA, Jatirejo

SEJUMLAH warga di Dusun Lebakgeneng, Desa Lebak Jabung, Kecamatan Jatirejo, saat ini terpaksa memanfaatkan sungai kotor akibat penambangan sirtu untuk keperluan mandi, cuci, kakus (MCK). Kondisi ini terjadi akibat musim kemarau berkepanjangan di mana sumur yang biasa dipergunakan sudah kering kerontang.
Kesulitan mendapatkan air bersih dirasakan warga setempat sejak satu tahun terakhir atau sejak memasuki musim kemarau tahun ini. Tak sedikit di antara warga yang terpaksa mencari sumber air bersih dari wilayah lainnya, meski menempuh jarak yang jauh.
Bahkan, saking sulitnya mendapatkan air bersih, tak sedikit pula masyarakat yang memanfaatkan air kotor MCK.
Akibatnya, tak jarang ada sejumlah warga yang mengaku menderita gatal-gatal setelah memanfaatkan air berwarna cokelat tersebut.
Seperti diungkapkan Yayah, 50 tahun, warga setempat. Yayah mengaku terpaksa menggunakan air sungai yang tidak jernih, saking sulitnya mendapatkan sumber air bersih. Sulitnya masyarakat mendapatkan air bersih, membuat mereka tak lagi memikirkan dampak yang ditimbulkan dengan memanfaatkan air kotor tersebut.
’’Kami sangat kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari. Ya, terpaksa kami memanfaatkan sungai ini untuk keperluan sehari-hari,’’ kata Yayah.
Kondisi itu menjadi pemandangan biasa sehari-hari di wilayah tersebut. Selain memanfaatkan air sungai yang kotor, sebagian warga juga memanfaatkan air dari limbah perumahan. ’’Ya, kami bingung mesti bagaimana lagi. Daripada kami kekurangan air, mendingan memanfaatkan air yang ada, meskipun keadaannya kotor dan tak layak digunakan,’’imbuh dia.
Bahkan, banyak diantara warga rela berjalan jauh ke desa lain untuk mendapatkan air bersih. Untuk mengambil air bersih, warga rela berjalan menempuh jarak dua hingga tiga kilometer dari rumahnya. ’’Sumur yang kami miliki dan biasa dipergunakan untuk kebutuhan mandi, cuci dan kakus, sudah tidak berair lagi,’’ kata dia.
Warga juga sebenarnya sudah berusaha melapor ke pemerintah dan polisi tentang masalah yang mereka hadapi. Namun, rupanya laporan tersebut tidak pernah dianggap. ’’Kami sudah sabar selama satu tahun, tapi tetap tidak ada tindak lanjutnya,’’ terang Paino, 45, warga sekitar.
Dia mengungkapkan, selama ini warga Dusun Lebak Geneng memang mengandalkan air dari Sungai Selomalang untuk kegiatan sehari-hari mereka. ’’Kalau mengandalkan air sumur tidak mungkin, karena susah mendapat air sumur di daerah ini,’’ujarnya. Dia mengatakan, saat musim kemarau saat ini, air menjadi lebih keruh dari biasanya.
Warga menganggap, keruhnya air Sungai Selomalang yang menjadi andalan warga diakibatkan adanya aktivitas penambangan sirtu liar. Sumardiono, 50, mengatakan aktivitas ini telah berlangsung selama satu tahun.
’’Selama setahun itu kami terpaksa mengandalkan air yang sudah keruh, padahal sebenarnya air jernih kalau tidak ada kegiatan penambangan,’’ ungkapnya. ’’Gara-gara penambangan ini, air di desa menjadi keruh. Kami terus mau minum apa?’’ keluh Sumardiono.
Bahkan, beberapa waktu lalu, warga juga terpaksa menutup paksa aktivitas penambangan sirtu milik pengusaha asal Surabaya tersebut. Warga rela menempuh perjalanan hanya untuk menyampaikan aspirasinya kepada para penambang sirtu.
Untuk menuju lokasi yang berjarak sekitar 6 kilometer dari jalan raya itu, butuh perjuangan yang tak enteng. Tak jarang, truk yang mengangkut warga itu harus menyeberangi sungai tanpa jembatan. Apalagi kondisi jalan yang memang terjal. Ditambah lokasi Sungai Selomalang yang berada di wilayah ketinggian di atas bukit.
Tiba di lokasi penambangan, hanya perasaan miris yang muncul. Sebuah sungai berukuran besar itu, ’’ditumbuhi’’ truk-truk pengangkut batu dan mesin ekskavator. Alat-alat berat itu bahkan mampu membelah sungai hingga menjadi jalan yang bisa dilalui truk.
Lebih parah lagi, sebuah tanggul sungai juga menjadi korban kepentingan sesaat para penambang. Tanggul berukuran besar itu dipecah demi membuat jalan truk yang mengangkut hasil tambang di lokasi ini.
Aktivitas pengerukan sirtu, pemecahan batu dan lalu-lalang truk itu tentu saja membuat dampak buruk bagi lingkungan. Air sungai yang mulanya jernih, kini berubah menjadi cokelat pekat. Padahal, ribuan warga Desa Lebakjabung berharap banyak dari kejernihan sungai ini untuk kepentingan air minum, memasak dan mencuci.
Suyit, salah satu warga lainnya mengungkapkan, sejak awal musim kemarau tahun ini, warga memang bersabar meski air sungai yang dipakai untuk kebutuhan sehari-hari itu berwarna keruh penuh dengan lumpur. Namun semakin hari, kondisi air semakin memburuk lantaran eksploitasi di Sungai Selomalang semakin menggila.
Aksi nekat ini juga dilakukan agar aktivitas penambangan ilegal di lokasi itu bisa berhenti. Karena jika mengandalkan polisi dan satpol PP, selalu saja menemui jalan buntu. Juga lantaran kondisi warga yang sudah tak tahan lagi meminum air keruh setiap harinya. ’’Dari sungai itulah kebutuhan air kami dipenuhi. Semua sumur di sini sudah kering,’’ tuka Paino.
Rupanya, alasan warga menutup paksa lokasi penambangan sirtu liar ini bukan omong kosong. Selan dua jam sejak tiga alat berat dan puluhan truk hengkang dari lokasi penambangan, kondisi air Sungai Selomalang berangsur-angsur jernih. ’’Kita mengharapkan agar tidak ada lagi aktivitas penambangan sirtu seperti ini lagi,’’ ujar Surdi, warga lainnya. (*)

Tidak ada komentar: