1.06.2009

Tradisi Memakan Ulat Jati di Desa Kemlagi Lor





Dijadikan Sarapan Pagi, Dipercaya Untuk Menambah Stamina

Di musim penghujan seperti sekarang ini banyak masyarakat Desa Kemlagi Lor Kecamatan Kemlagi Lor mendatangi kawasan Hutan Jati di daerah sekitar. Mereka mencari ulat jati yang nantinya akan dikonsumsi dan sebagian lagi di jual.


AIRLANGGA ,Mojokerto


Pagi itu sekitar pukul 5.30, embun pagi masih menyelimuti hutan jati yang terletak di pinggir jalan antara Mojokerto-Lamongan. Hawa dingin rupanya tidak menyurutkan Bejo,40,untuk pergi dengan menggunakan sepeda ontelnya. Denagn membawa sebuah botol air mineral di tangan kirinya, ia terus menyusuri melalui dahan-dahan kering menuju ke tengah hutan.
Di tengah perjalanan, sesekali matanya melihat ke bawah sambil menoleh ke kanan dan kekiri. Sesekali ia berhenti dan mengamati tanah yang masih basah akibat diguyur hujan semalam. Tidak berselang lama, ia kembali menyusuri jalan setapak yang menuju ke tengah hutan jati.
Sekitar sepuluh menit menyusuri jalan setapak, pria yang tinggal di Desa Kemlagi Lor Kecamatan Kemlagi ini berhenti di sebuah tempat. Tidak jauh dari tempatnya berhenti, sekitar tiga orang tampak disana terlihat sedang mengais-ngais tanah.
Setelah memarkir sepeda tuanya, lelaki tua ini langsung mencari tempat dan jongkok untuk mencari ulat jati atau yang biasa disebut dengan entung. ‘’Nah disini ada ulatnya, biasanya mereka bersembunyi didalam daun yang jatuh,’’ katanya sambil memegang daun jati yang tampak berwarna coklat.
Setelah lama mencari, akhirnya ia menemukan juga apa yang menjadi tujuannya ke tengah hutan jati. Sebuah binatang kecil berukuran tidak lebih dari 5 cm dipegangnya. Binatang berukuran korek api dan berwarna hitam ini tampak bergerak-gerak saat dipegang Bejo. Jika dipegang, kadang mengeluarkan cairan hitam.’’ Ketika masihdalam bentuk ulat, dia akan memakan habis daun jati hingga tersisa kerangkanya saja,’’ jelas Bejo. Begitu tiba waktunya untuk bermetamorfosa jadi kepompong, ulat ini akan turun dari atas pohon ke tanah. Caranya dengan terjun menggunakan air liurnya yang membentuk sulur. Mirip yang dilakukan oleh binatang laba-laba atau spiderman.
Sesampai di tanah, dia akan mencari tempat tersembunyi. Biasanya di balik daun atau batu. Di situ, dia membungkus dirinya dengan air liur dan butiran tanah, kemudian bertapa untuk berubah bentuk menjadi kepompong. Warnanya coklat tua dan permukaannya licin. ‘’Nah kepompong inilah yang enak dimakan dan rasanya gurih,’’ ujarnya.
Setiap pagi, para warga setempat terutama para wanita berbondong-bondong memburu ulat daun jati maupun kepompong. Mereka mengais tiap jengkal tanah di bawah pohon jati untuk mencari hewan sebesar dua kali ukuran lidi yang sarat protein ini.
Tidak hanya Bejo saja yang tampak serius mencari ulat ini. Suparti,45, warga setempat juga ikut mencari dianyata dedaunan. ‘’Kalau musim disini memang banyak entung, kalau hujannya sedikit, ukuran entungnya juga kecil tapi hujan kemarin deras sehingga entungnya lumayan besar,’’ ujar Suparti.
Tidaklah sulit untuk mencari entung. Hanya bermodalkan betah jongkok berlama-lama, maka entung yang katanya memiliki rasa gurih ini bisa didapat. ’’Entung biasanya bersembunyi di balik daun yang sudah tua, kalau ada daun yang terdapat bekas gigitan berarti kemungkinan besar ada entungnya,’’ ujar Suparti.
"Sejak semasa masih kecil, seluruh warga desa hingga kini makan ulat atau entung daun jati. Rasanya enak dan gurih," kata Suparti.
Menurutnya, menu makanan ulat dan kepompong ini memang telah diwarisi secara turun temurun ini. Maryati, seorang ibu rumah tangga yang terlihat ikut berkerumun di bawah pohon jati, mengatakan rata-rata dalam sehari mereka bisa mengumpulkan ribuan ulat dan kepompong. ’’Saat awal musim hujan kemarin saya bisa dapat tiga botol, tapi sekarang sudah mulai sedikit,’’ katanya. Banyaknya ulat maupun kepompong yang ditangkap, menjadikan produksi dari hutan tersebut melimpah
’’Kenapa harus jijik, ulat atau entung dari daun jati ini gurih dan lezat. Coba saja kalau Sampeyan tidak percaya," ujarnya sambil menunjukkan lima ekor entung yang ada ditelapak tangannya. "Kalau tidak biasa memang gilo (jijik,Red) tapi kalau sudah merasakan pasti akan ketagihan. Rasanya memang lezat dan gurih,’’ tambahnya.
Setelah ditangkap dan dimasukkan kedalam botol, biasanya entung yang didapat digunakan untuk lauk dengan cara dimasak terlebih dahulu. Cara memasaknya cukup sederhana. Entung ini dicuci bersih. Setelah itu ada yang mengukusnya lebih dulu, tapi ada yang lansung menggoreng dengan bumbu bawang putih dan garam. ’’Kalau dimakan saat hujan pasti lebih mak nyuusss,’’ ujar Maryati sambil berkelakar.
Ngatemi,45, warga sekitar juga setiap harinya selalu menyediakan entung untuk kedua anaknya setiap sarapan. ’’Anak saya yang terakhir paling suka kalau dimakan dengan kerupuk,’’ ujarnya. bahkan, ia menceritakan, menantunya yang berada di Lamingan selalu menyempatkan datang setiap awal musim hujan untuk dimasakkan entung ini. ’’Kalau menantu saya paling suka dimakan dengan nasi jagung dan segelas kopi, katanya enak dan selalu ketagihan,’’ katanya.
Selain untuk dikonsumsi sendiri, masyarakat sekitar juga terkadang menjual entung di tepi jalan Mojokerto-Lamongan di desa Kemlagi Lor Kecamatan Kemlagi. ’’ Tahun lalu banyak yang berjualan, tapis sekarang jarang, mungkin karena entungnya belum banyak,’’ kata Bejo. Biasanya, warga sekitar menjual entung seharga Rp.3 ribu sampai Rp. 5 ribu perbotolnya dimana tiap botol berisi ribuan entung.
’’ Yang beli kebanyakan para pengendara terutama supir truk yang lewat di jalan, mereka menganggap kalau entung bisa menambah stamina laki-laki,’’ kata Bejo.

Tidak ada komentar: